Langit yang teduh seolah menggambarkan tatapan matanya, keindahan pelangi seindah senyumya , hangatnya mentari laksana ceriannya, yeah…itulah sedikit gambaran tentang sahabatku,Hafiz . agak berlebihan memang jika menggambarkannya seperti itu, tapi aku suka sekali melakukannya . dia adalah sahabat baikku sejak SD dulu hingga kini, ia adalah seorang Mahasiswa tingkat akhir di sebuah universitas ternama di Jogja sama halnya dengan diriku kini.
Sudah bertahun-tahun lamanya kami menjalin persahabatan yang sangat erat, selalu bersama menghabiskan waktu menjalani hari-hari, berbagi suka dan duka , menyelami pribadi masing-masing, bahkan kerena saking dekatnya dia sering menginap dirumahku dan kedua orang tuaku juga sudah menganggapnya seperti anak sendiri.hingga akhirnya lambat laun ikatan itu mulai pudar , tanpa sadar aku mulai mencintainya, aku tak pernah tahu sejak kapan rasa itu mulai mendera hatiku.
Aku tetap melewatkan waktu bersamanya seperti biasa tanpa menunjukan rasa sukaku padanya sedikit pun , aku berusaha bersikap sewajar mungkin dihadapannya untuk menyembunyikan perasaanku, hingga sampai hari wisuda tiba dan ia pergi ke korea untuk melanjutkan studynya pun dia tak pernah tahu bahwa aku mencintainya.
Bukan tanpa alasan aku menyembunyikan perasaanku, aku sengaja menyembunyikan perasaanku karena aku takut ini justru akan merusak persahabatan yang telah lama ku bangun dengannya, aku tak ingin kehilangan sahabat, dan aku pun tak ingin tak ingin merendahkan martabatku sebagai perempuan baik-baik, sangat tidak elok bagiku jika ada seorang perempuan yang lebih dulu menyatakan rasa cintanya pada laki-laki yang bukan mahramnya , terlebih lagi karena kau juga tahu dia tak akan mungkin membalas perasaanku karena aku tahu ia hanya mencintai Naila, sepupuku sendiri.
“ cinta itu tak harus memiliki” begitu kata hatiku menghibur diri setiap kali aku mulai mengeluh tentang perasaanku sendiri agak klise memang , tapi rupannya ungkapan itu ada benarnya juga , saat kita yakin akan merasa bahagia dengan seseorang yang kita cintai bum tentu orang yang kita cintai itu akan merasakan hal yang sama sperti yang kita rasakan karena cinta tak bisa dipaksakan , mencintai seseorang harus semata-mata karena Allah saja dengan segala ketulusan dan keikhlasan dalam memberi cinta.
“drdrdrrrrrtttt…..” tiba-tiba Hp ku bergetar , ada pesan masuk. Nama Hafiz terpampang jelas di layar Hp. “ gimana, buket bunga sama coklatnya sudah dikirim belum…?” begitu smsnya padaku, yeah…hari ini dia memang menyuruhku membeli sebuah buket bungan dn sekotak coklat untuk Naila, karena hari ini harui ulang tahun Naila yang ke-22, dan usai kerja nanti aku akan kerumah Naila untuk memberikan ucapa selamat sekaligus menyampaikan titipan hafiz. “ ya, tenang aja bentar lagi aku ke rumahnya “ balasku singkat “ thnx a lot, sahabat sekaligus mak comblang terbaikku ^.^ “ balasnya lagi
Ehehheh….aku tertawa geli membaca smsnya yang terakhir , dia selalu mengucapkan hal itu setiap kali aku membantu masalah percintaannya, yupz..!! benar selama ini aku memang bertindak sebagai mak comblang sekaligus penasehat cinta pribadinya. Ada kebahagian tersendiri yang kurasakan kala aku dapat membantu dan melihatnya bahagia dengan cintanya, yeah…agak berat memang karena kadang tak jarang aku merasa sangat cemburu dan iri pada Naila, tapi aku rasa itu sangat manusiawi.
“ selamat ulang tahun Naila, semoga panjang umur dan selalu bahagia” ucapku riang pada Naila seraya menyerahkan kado dan titipan Hafiz. “ terima kasih banyak Halida…” jawabnya sambil memelukku erat , “ ada yang ingin ku bicarakan denganmu…” ucapnya lagi “ tentang Hafiz…?” tanyaku sambil melepas pelukannya, dia hanya mengangguk pelan kemudian membawaku ke kamarnya.
“ apa yang ingin kau bicarakan tentang Hafiz…?” tanyaku memulai pembicaraan “ Halida…,, aku takut kehilagan Hafiz..” jawabnya pelan “ apa..?!!” “memangnya apa yang terjadi dengan kalian” tanyaku penasaran , “ ada sesuatu yang berubah pada diri Hafiz, aku takut hal itu akan membuatnya batal menikahiku tahun depan” jawab nya sedih, “ berubah? Apanya yang berubah? “ tanyaku bingung, “ Halida…akhir-akhir ini sikapnya padaku mulai berubah, ia tak sehangat dulu bahkan akhir-akhir ini dia jarang menghubungiku, aku rasa ia mulai bosan denganku….” Gumamnya lagi, aku masih menatapnya dengan seksama, terdiam beberapa saat memikirkan jawaban apa yang paling tepat untuk menjawab keluhan Naila. “ hmmm…, Naila berhentilah berfikiran negative seperti itu, Hafiz tak pernah berubah padamu, dia masih seperti yang dulu , buktinya dia masih ingat hari ulang tahunmu dan memberikan hadiah-hadiah ini untukmu” “ mungkin saat ini dia hanya sedang sibuk dengan tesisnya, percayalah padaku aku jamin dai tidak akan pernah berubah padamu…” tukasku panjang lebar meyakinkannya, “ benarkah…??” tanyanya menyelidik “ ya, aku yakin itu” jawabku mantap seraya memeluknya untuk menenangkan kegalauan hatinya , aku sangat mengerti perasaannya , mungkin inilah yang dirasakan oleh sebagian besar pasangan yang menjalin hubungan secara long distance.
Sebulan setelah kejadian hari itu hubungan Hafiz dan Naila kembali normal seperti sedia kala, sebagai penasehatnya aku menyuruh Hafiz untuk lebih memperhatikan Naila karena Naila adalah calon istrinya.
Hp ku berteriak merdu melantunkan lagu koe wo kikasete nya Big Bang
Segera ku raih Hp ku di sudut meja kerjaku , Hafiz meneleponku “ hallo, Assalamualaikum…” sapaku menjawab teleponnya “ hallo, waalikumsalam, besok aku pulang ke Indonesia , jemput aku di bandara …” jawabnya diseberang sana, dan “tuut…tuut…tuuut…” teleponnya terputus “ a.a..apa?! ha..hallo…” ucapku gagap, dia telah menutup teleponnya .
Pulang? Cepat sekali ? lebih cepat dari jadwal yang telah di tentukan , untuk apa dia pulang secepat itu? Harusnya dia baru akan pulang tahun depan setelah menyelesaikan tesisnya , apa yang terjadi? Lalu kenapa harus aku yang menjemputnya? Kenapa bukan keluarganya atau naila? Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan seputar Hafiz dalam kepalaku , aku tak bisa menjawabnya. Selanjutnya aku langsung menghubungi keluarganya dan Naila untuk memberitahukan berita tentang kepulangannya.
Tepat pukul 14.00 Wib , aku meluncur kebandara Adi Sucipto untuk menjemput kepulangan Hafiz , dia bilang dia akan tiba di Bandara tepat pukul 15.30 nati, aku tak sabar rasanya aku ingin segera berjumpa dengannya, saking senangnya aku sampai senyum-senyum sendiri di mobil. Ehehehe konyol sekali rasanya , tapi kali ini aku pergi sendiri , keluarga Hafiz tak bisa ikut karena sednag berlibur ke Bali, begitu juga dengan Naila , dia tak bisa ikut karena hari ini dia ada pemotretan penting di Jakarta, Yups..dia adalah seorang model cantik yang sedang naik daun.
Aku mengangkat papan nama Hafiz tinggi-tinggi agar mudah dilihat olehnya saat tiba di Bandara nanti, aku menerobos barisan orang-orang yang ada dihadapanku, dan agaknya usahaku kali ini berhasil, sepuluh menit kemudian seorang laki-laki bertubuh tinggi tegap, berkaca mata, dengan busana kasual layaknya artis-srtis korea dating menghampiriku, menyeret koper besar seraya menyunggingkan senyum padaku, yupz..dia adalah Hafiz.
“ assalamualaikum…” sapanya saat berada tepat dihadapanku smbil mengulurkan tangan, “ waalaikumsalam…” jawabku dan menjabat tangannya, “ mana calon istriku?” tanyanya padaku menanyakan Naila, aku pun menjelaskan peihal ketidak ikutsertaannya Naila padanya, ada seburat kekecewaan diwajahnya saat mendengar penjelasanku, tapi aku hrap ia mau mengerti tentng profesi Naila, begitu juga ketika ia menanyakan perihal ketidak hadiran keluarganya, untuk selanjutnya kami berbincang-bincang menanyakan kabar masing-masing di sebuah coffee shop menikmati harumnya capucino, kopi kesukaanya . “ saatnya bernostalgia…” ucapnya bahagia, yeah…aku rasa benr kata dia sekarang saatnya untuk b ernostalgia, sudah lama kami tidak begini sejak ia pergi ke korea.
Tiga hari setelah kepulangannya ke Jogja , aku menghamprinya yang sednag duduk termenung di halaman belakang rumahku , dia menoleh padaku saat mengetahui kedatanganku dengan seulas senyum yang agak dipaksakansaat mempersilahkanku duduk.
“apa yang membuatmu pulang lebih awal?” tanyalku memulai pembicaraan, dia hanya diam merunduk” ada masalah?” tanyalku lagi, tapi dia hanya menggeleng dan tetap diam” lalu kenapa?” tanyaku makin gemas “ ada sesuatu yang mengganjal hatiku, dan aku harap itu sesuatu yang salah “ jawabnya pelan “apa…?” tanyaku penasaran, dia tak segera menjawab pertanyaanku , dia terdiam bisu seolah mengacuhkan pertanyaanku, setelah beberapa menit kemudian ia baru membuka suara. “Ha..Halida..a..aku…” ucapnya terhenti dan itu membuatku makin penasaran. “ maaf…” ucapnya lagi, “ maaf? Untuk apa?” tanyaku lagi, kali ini rasa penasaranku benar-benar telah mencapai puncaknya
“Halida…a..aku mencintaimu, dan aku ingin menikah denganmu…” ucapnya gagap dihadapanku, degg…!! Aku merasa jantungku tiba-tiba seperti berhenti berdetak “ apa..??!! bagaimana bisa?” tanyaku tak percaya “ maaf..,, aku juga tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi, aku sungguh menta maaf, ini di luar kemempuannku” jawabnya sambil terisak. Huftt…! Aku mendesah panjang mendengar ucapannya, aku bingung harus bagaimana, harus bahagiakah? Sedih ? atau apa?, aku berlalu meninggalkannya tanpa berkata sepatah kata pun.
Seminggu telah berlalu begitu cepat, namun aku masih saja setia mengurung diri di kamar, menenangkan diri , tak berniat bertemu dengan siapa pun termasuk keluargaku, aku masih belum percaya atas apa yang telah ku dengar kemarin, aku bingung, situasi ini sungguh sangat menyulitkannku, “ ya Allah…, kenapa jadi sulit begini? desahku lirih.
Untuk kesekian kalinya Hp ku kembali memekik kencang , ada pesan masuk, ku baca dari Hafiz, “ kamu dimana? Sampai kapan mau menghindar dariku? Sebaiknya masalha ini cepat kita selesaikan” yeah..benar apa katanya, aku tak perlu menghindar lagi darinya, masalah ini harus cepat kuselesaikan.
Ku jawab “ aku ada d rumah, ok, bagaimana kalau nanti selepas halat isya kamu dating ke rumahku, bisa…?” , tak berapa lama kemudian ada balasan darinya , “ bisa , insya Allah”
Di taman belakang rumahku dengan di temani segelas wedang jahe yang hangat buatan ibuku , cukup ampuh menghalau hawa dingin malam ini yang menggigit tulang, sudah setengah jam kami berada disini namun kami masih saja saling diam menunggu salah satu dari kmai membuka suara , hanya suara gemericik air dari air dari pancuran kolam ikan yang terletak tak jauh dari tempat kami duduk saja selama waktu berlalu.
“ aku akan mengatakan yang sebenarnya pada Naila, bahwa aku mencintaimu dan aku ingin menikah denganmu, aku sudah memikirkannya dengan matang, apa pun resikonya aku siap menghadapinya…?” ucapnya membuka suara
Aku meneteskan air mata mendengar ucapannya , hingga tetesan itu menganak sungai , aku tergugu, kenapa berita yang seungguhnya menggembirakan ini dating terlambat, kenapa baru sekarang dia mempunyai perasaan yang sama sepertiku dulu, seandainya dia mengatakan hal ini sepuluh tahun lalu mungkin aku akan menerimanya dengan hati girang tanpa pikir panjang, tapi sekarang?, aku tidak bisa, sungguh aku tidak bisa menerimanya, aku sudah mengubur rasa itu dalam-dalam, aku tak ingin mengungkitnya lagi, terlebih sekarang ia adalah calon suami dari sepupuku sendiri.
“ maaf kan aku Hafiz, aku tak bisa menerimamu, kau tentu tahu benar posisi kita masing-masing, kau adalah calon suami dari Naila yang tidak lain adalah sepupuku, dan aku adalah sepupu dari Naila, calon istrimu , aku tidak mungkin menerimamu” “ sekalipun aku juga mencintaimu aku tak akan berbuat senekat itu, aku tak ingin menjadi seorang yang munafik yang tega menikam saudarinya sendiri dari belakang, aku tak ingin namaku di tulis dengan lumpur hitam oleh sejarah, aku yakin kau pun akan melakukan hal yang sama jika kau berada di posisiku, benarkan?” tanyaku meminta persetujuandia masih saja menundukan kepalanya dalam-dalam “ sudahlah, lupakan saja apa pernah kau katakan padaku , anggap saja kau tidak pernah berkata apa-apa, anggap ini sebagai ujin bagi kalian berdua…” “ mulailah dari awal lagi, curahkanlah segenap perasanmu untuk mencintai Naila, jangan pernah menyakitinya, dia gadis yang baik, ingat dia adalah sepupuku, calon istrimu..” tukasku lagi, kulihat ia makin tertunduk sambil terisak , kulihat puluhan butiran-buturan bening meluncur deras di pipinya. Aku rasa ia mulai menyadari kesalahannya.
“ astaghfirullahhaladzim….” Ucapnya kelu , “ la..lalu . bagimana denganmu?” tanyanya gagap “ hmmm…aku pun akan melakukan hal yang sama, memulai dari awal, aku akan mulai membangun kisah cintaku, bulan depan aku akn menikah, lebih cepat darimu eehheh…” “ aa..apa..?menikah?” tanyanya tak percaya, “ yupz,, aku akan segera menikah, maaf ya aku lupa belum memberitahukan hal ini padamu, kau yang membuatku lupa untuk menceritakannya” jawabku. “ ahahahhah….” Kami tertawa bersama
“ siapa lelaki yang beruntung itu?” tanyanya , “ dia kawan dekatmu waktu d UGM dulu , sekarang sedang S-3 di Sorbone, beberapa bulan yang lalu dia dating meminangku” jawabku “ apakah dia mas Irfan Pramudyadika…? “ tebaknya . “ yupz, tebakanmu tepat” jawabku ., “ dia orang yang baik, bertanggung jawab, dan shaleh “ katanya , “ ya, aku tahu doakan saja agar pernikahan kami barakah , sakinah, mawadah, dan bahagia”
“ amin, sama-sama saling mendoakan ya…”
Aku merasa sangat lega dan bersyukur, akhirnya aku dapar menyelesaikan masalah in I dengan baik tanpa melukai hati siapa pun, dan dia pun akhirnya mau mengerti dan menyedari kesalahannya . “ terimakasih ya Allah…”
Sebelum akad dimulai kami terlebih dahulu mendengarkan khutbah dari ustad Jalal , khutbah yang singkat namun sarat makna, barulah setelah itu ustad Jalal memimpin seluruh hadirin untuk beristighfar, menyucikan hati dan jiwa, kemudian membaca dua kalimat sahadat. Suasananya terasa begitu sacral hingga membuatku menagis haru “ saya terima nikahnya Halida Binti Yusuf Abdullah dengan mas kawin tersebut diatas di bayar tunai..” ucap mas Irfan mantap, “ bagaimana sah..?”
“ sah…” “sah..” “sah “ “sah” “sah..” “ barakallahu laka wa Baraka alaika wa jama’a bainakuma fi khair” spontan masjid menjadi riuh oleh dengungan do’a para hadirin , air mataku terus melelah tanpa henti , namun ada kesejukan tersendiri yang menyusup ke relung hatiku. “ alhamdulilah , selamat ya Halida, semoga penuh barakah dan bahagia” ucap Naila, “ langgeng sampai kakek nenek, dan cepet dapat momongan ..” ucap Hafiz menimpali saat bersalaman denganku dan mas Irfan, “ ehehhe…amin terima kasih atas do’anya” sahut mas Irfan mengamini, “ jangan lupa doakan supaya kami cepat nyusul..” ucap Hafiz lagi, “ ahahhahhah….” Kami tertawa bersama , “ Alahmdulilah , terima kasih ya Allah…” lirihku dalam hati.
1 komentar:
ahahahah...terbit juga akhirnya...
Posting Komentar