Dia telah pergi,
pergi jauh dari kehidupanku, sampai kapan…?
Hmm…aku tidak tahu pasti, entah hanya untuk
sementara atau selamanya. Tapi aku tidak akan menangis, karena aku tahu isi
hatinya, ia pergi bukan karena membenciku, namun karena ingin melindungi dirinya
semata dari kejaran polisi-polisi bodoh itu.
Bukan…!!
Dia bukan penjahat seperti yang selama ini
dituduhkan padanya, dia hanya seorang kepala rumah tangga biasa, manusia paling
baik dalam hidupku,dia hanya korban.
Korban dari konspirasi keji para dajjal berwujud manusia , ia tidak
pernah melakukan kejahatan apa pun, ia hanya menulis pendapat dan pemikiran
kritisnya tentang kebusukan para zionis,kebobrokan negeri ini, juga tentang
konspirasi-konspirasi tingkat tinggi yang ingin menggulingkan tatanan kehidupan
saat ini, serta beberapa tema sensitive lainnya yang dirasa cukup tajam bagi
mereka yang merasa, suamiku hanya mengungkapkan apa yang ia tahu dan yang perlu
masyarakat
dunia ketahui.
Tapi
rupanya rupanya apa yang telah ditulis oleh suamiku dianggap sangat berbahaya
dan mampu mengancam stabilitas kekuasaan mereka hingga pemimpin negeri ini pun
lantas segera memerintahkan seluruh dewan keamanan untuk memburunya ke seluruh
pelosok negeri dengan dalih “ini demi keamanan nasional “ bahkan kini bukan
hanya dewan keamanan nasional saja yang sibuk mengejar suamiku tapi dewan
keamanan internasional pun rupanya tak ingin ketinggalan momen ‘istimewa’ ini ,
sepertinya mereka juga ikut merasa terganggu.
“huhh…!!”
Mereka memburu suamiku sebagai seorang
teroris, benarkah ia seorang teroris? Hmm…tentu saja bukan. Sungguh ia hanya
seorang lelaki biasa yang selalu mengasihi sesama, berbakti pada ibu bapaknya, dan senantiasa berusaha memuliakan
istrinya, dia juga tak pernah sekali pun terlibat dengan organisasi-organisasi
radikal mana pun seperti yang selalu mereka beritakan selama ini, ia hanya
seorang penulis lepas untuk sebuah harian terkenal di ibu kota, lalu bagaimana
mungkin ia bisa disebut sebagai teroris…??
“sungguh Allah Maha melihat apa yang
sebenarnya terjadi”
Masih segar di ingatanku beberapa waktu
yang lalu kehidupan kami masih sangat bahagia, namun kini kehidupan kami
sungguh luar biasa sulitnya. Aku masih ingat hari itu, hari terakhir aku
bersamanya
“dek..adek..bangun yukk..”
“kita shalat dulu…” ucapnya lembut, aku
menggeliat pelan sambil mengerjap-ngerjapkan mata ku lihat wajahnya berada
tepat di hadapanku, ia tersenyum manis sekali. Aku pun segera bangkit untuk
mengambil air wudhu. Usai kami melaksanakan shalat dan berdoa aku mendengarkan
ia bertilawah membaca surat maryam,surat kesukaanku dengan suara merdu dan
alunan nada yang indah, aku terhanyut dalam indahnya suasana pagi itu. Sampai
tiba giliranku untuk menyetor hafalan kami masih terlihat bahagia. Sesekali ia
mencubit hidungku ketika aku kedapatan salah membaca, aku yang mengerti isyarat
tersebut buru-buru segera mengulah bacaan dan tersenyum padanya sebagai tanda
minta maaf. Ia membalas senyumku namun dengan seulas senyum yang tidak biasa,
ia juga menatapku lama. Lama sekali hingga tanpa sadar ku dapati bulir-bulir
bening di sudut matanya mulai menyeruak tak tertahankan membentuk anak sungai. Ia
memelukku, aku yang masih belum mengerti situasinya seketika diam membisu
menyimpan sejuta tanya.
“kanda kenapa…?” tanyaku takut-takut. “kok
nangis?marah yah sama adek..?” tanyaku lagi, masih tak ada suara
“kandaaa…?”suaraku mulai panik, “kanda sayang sama adek, maafin kanda
ya…?”jawabnya kelu, sedangkan aku makin tidak mengerti dengan situasi nya,
“maksud kanda apa…?”tanyaku menyelidik, “
BERSAMBUNG…….
0 komentar:
Posting Komentar